Logo
EN
Artikel

Road to Madani Internasional Film Festival 2025: Misykat: Jamaah Sinema #1

Madani IFF 2025 angkat tema Misykat (Ceruk Cahaya), menghadirkan 50 film, 3 master class, Retrospeksi Garin Nugroho dan Pameran Danarto.
Kamis, 24 Juli 2025
Road to Madani

[JAKARTA, 2 AGUSTUS 2025] – Madani International Film Festival, menyelenggarakan acara Road To Madani International Film Festival 2025, dalam format Talk Show Jamaah Sinema Episode Pertama tahun ini, membahas tema besar festival film Madani yang ke-8 tahun ini: MiSYKAT.

Talkshow yang dipandu Novasari Widyaningsih, dilaksanakan secara daring melalui Zoom, menghadirkan antara lain Dr. Haidar Bagir, Sutradara Film Garin Nugroho, Komedian Sakdiyah Ma’ruf, serta aktivis perempuan yang juga putri Presiden Abdurrahman Wahid, Inayah Wahid. Para anggota board Yayasan Festival Film Madani juga meramaikan bincang-bincang yang berlangsung sekitar dua jam dan disaksikan sejumlah peminat dari berbagai kota di Indonesia.

Mengantarkan acara, Direktur Festival Ahmad Rifki mengungkapkan, sebagaimana tema-tema Madani Film Festival sebelumnya yang menyoroti berbagai isu di dunia Muslim, tahun ini, pada penyelenggaraannya yang ke-8, Madani mencoba mengangkat kondisi dunia yang tengah mengalami “kegelapan kemanusiaan.” Rifki menyebut akan ada sekitar 50 film, 3 master class dengan pembicara internasional, puluhan diskusi serta panggung terbuka Misbar yang akan menampilkan berbagai pertunjukan. Selain itu, Festival Film Madani bulan Oktober nanti juga akan menampilkan Program Retrospeksi 44 Tahun perjalanan berkarya Garin Nugroho.

Merinci kegelapan yang mencetuskan tema Misykat, pengamat budaya pop dan kritikus film Hikmat Darmawan menyebut antara lain Genosida di Gaza. Kekejaman yang terjadi di Tanah Palestina itu telah menjadikan terang bahwa dunia tengah diliputi kegelapan, bahwa kegelapan dunia sangat nyata. Hikmat juga menyinggung kegelapan yang meski tak sama terjadi di dalam negeri Indonesia, hingga memunculkan tagar #IndonesiaGelap. Bagaimanapun, terkait fenomena di dunia maupun Indonesia, Hikmat memandang kegelapan tersebut juga memicu harapan karena kemunculan gerakan-gerakan perlawanan. Madani ingin menjadi Misykat (Ceruk Cahaya) yang mengumpulkan dan membagikan cahaya-cahaya gerakan itu hingga kegelapan sirna.

Misykat berasal dari Ayat Al-Qur'an Favorit Para Mufasir dan Pemikir

Dalam acara bincang-bincang online pada malam hari 2 Agustus 2025 itu, Dr. Haidar Bagir menyampaikan tafsir spiritual dari tema Misykat – kata yang dinukil dari ayat 35 Surat An-Nur dalam Al-Qur'an, yang menurutnya menjadi salah satu ayat favorit para mufasir sekaligus para pemikir yang bukan mufasir. Haidar antara lain menyebut Al-Ghazali yang sufi, Ibn Sina yang filsuf, teolog Mulla Sadra, dan masih banyak tokoh pemikir lain. Hal itu terjadi, menurut Haidar, karena ayat ini merupakan bagian dari filsafat yang sering disebut sebagai filsafatul uula, filsafat utama yang darinya filsafat-filsafat lain berkembang. Haidar juga mengatakan bahwa ayat 35 Surat An-Nur tersebut sebetulnya bicara tentang Tuhan dan kemudian bagaimana tercipta alam-alam, yang merupakan limpahan wujud Tuhan.

Sedangkan Misykat yang disebut dalam ayat tersebut, adalah relung yang menjadi wadah untuk mengumpulkan cahaya (pencerahan) Tuhan, dan kemudian menyebarkannya untuk yang lain. Dengan memilih tema Misykat, menurut Haidar, Madani tentunya berharap dapat menyebarkan cahaya ketuhanan untuk didistribusikan kepada siapa saja yang menghadiri festival dan menonton film-filmnya. Haidar juga memuji tema Misykat ini karena bukan hanya sangat indah (Tuhan itu indah dan menyukai keindahan) tetapi juga mencakup ranah pengetahuan (karena cahaya itu identik dengan pengetahuan) dan mencakup pencerahan spiritual.

Setiap Karya Memiliki Cahayanya Sendiri

Sementara itu Sutradara Garin Nugroho kembali mengingatkan bahwa membuat film adalah melukis dengan cahaya, yang berarti memang sangat terkait dengan tema Misykat. Selain itu, dalam Misykat ada unsur diseminasi/penyebaran yang sangat penting di era industri media baru. Tak ayal, Festival Film Madani adalah ruang diseminasi yang luar biasa penting.

Mengaitkan dengan isu santer hilangnya kepakaran, Garin berpendapat bahwa sebenarnya yang terjadi bukanlah kepakaran yang hilang, melainkan kemampuan diseminasi/penyebaran yang dilahap bentuk-bentuk validasi baru, semisal validasi keviralan pada berbagai media baru. Pada era isu hilangnya kepakaran, Madani menjadi ruang bersama kita untuk penyebaran, sekaligus memunculkan kepakaran, sekaligus memunculkan kemampuan imajinasi masyarakat luas.

Menyinggung perjalanan berkaryanya yang akan menjadi fokus Program Retrospeksi Festival Film Madani 2025, Garin menyebut keyakinannya bahwa setiap benda/makhluk memiliki cahaya yang diciptakan Tuhan. Benda-benda itu akan mempunyai fungsi dan manfaat dalam kehidupan, sekecil apa pun. Karenanya dalam menciptakan film, Garin tidak akan menganut logika-logika yang justru akan mematikan diri sejatinya sendiri. Dia lebih memilih untuk percaya bahwa sebagaimana biji tanaman akan memiliki lahan suburnya masing-masing, demikian juga karya-karyanya akan menemukan tempat tumbuhnya sendiri.

Pameran Karya Danarto

Acara bincang-bincang online Road to Madani International Film Festival ini juga menampilkan komedian Indonesia Sakdiyah Ma'ruf yang membacakan puisi karya sastrawan Danarto, berjudul Allah: Menuju Pemerataan Ketuhanan. Puisi almarhum Danarto sengaja dipilih karena pada festival Oktober nanti, Madani berkolaborasi dengan komunitas Hypen menyelenggarakan Pameran Karya Danarto.

Madani International Film Festival 2025 secara unik juga memilih Dataran Sahel, kawasan pesisir di sepanjang Afrika Barat, yang menurut Board Yayasan Madani Putut Widjanarko termasuk salah satu pusat peradaban besar Islam. Selain itu, Festival Film Madani yang tahun ini mendapat dukungan utama Dinas Kebudayaan DKI, juga berkolaborasi menyelenggarakan program Jakarta 500 menjelang ulang tahun Jakarta ke-500 tahun depan, serta Program Jakarta Banget yang berupaya mengumpulkan seniman dan/atau karya terkait Jakarta. Akhirnya, sebagaimana disampaikan Ketua Yayasan Madani Ekky Imanjaya, Festival Film Madani akan tetap tampil sebagai festival inklusif yang melibatkan berbagai pihak. Dan sebagaimana ditekankan Inayah Wahid, Madani sebagai ceruk cahaya berbagai gagasan dan pemikiran, harus mampu menggugah, mendisrupsi, membentuk (shaping), dan membawa semua stakeholdernya ke titik-titik kemanusiaan yang lebih tinggi. Kita jelang Madani International Film Festival ke-8 bertema Misykat, 8-12 Oktober 2025 mendatang. []

chevron-down linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram